Perilaku Pemimpin Sejati – prabowo2024.net

by -257 Views

Seorang pemimpin militer akan terbentuk kepribadian dan kepemimpinannya dalam pertempuran. Saya termasuk beruntung Seorang perwira muda yang sempat mengalami pembinaan, penggemblengan, pengasuhan, mentorship dari banyak pelaku perang kemerdekaan dan pelaku operasi-operasi militer dalam sejarah awal Republik Indonesia.

Pada waktu itu tidak ada jaminan bahwa Republik Indonesia bisa survive. Karena tidak ada anggaran untuk pemerintah. Tidak ada anggaran untuk tentara. Kebangkitan bangsa ditentukan oleh keputusan ribuan atau puluhan ribu putra-putri Indonesia dari berbagai suku, ras, kelompok etnis, dan daerah.

Mereka dihadapkan pada pilihan antara bergabung dalam gelombang kebangkitan untuk merdeka atau diam mencari aman menghindari risiko apa pun. Mereka memilih mempertaruhkan nyawa untuk merebut kemerdekaan sehingga kita bisa menjadi bebas dari penjajahan yang telah berlangsung selama ratusan tahun.

Mereka inilah yang kita kenal sebagai angkatan ’45. Mereka adalah “generasi pembebas.” Angkatan ’45 ini bisa dikatakan sebagai The Best Generation of Indonesia.

Sebagai anak muda, sebagai Taruna Akademi Militer, dan sebagai perwira muda, saya merasa beruntung sempat berinteraksi dengan banyak tokoh dari angkatan ’45. Bahkan keluarga saya sendiri adalah keluarga pejuang, bagian dari angkatan ’45.

Kakek saya, Margono Djojohadikusumo, adalah orang yang dipercaya oleh Bung Karno untuk melanjutkan perjuangan kemerdekaan pada saat Bung Karno dan semua tokoh nasionalis pribumi ditangkap dan dibuang oleh Belanda ke luar Jawa.

Bahkan satu hari sebelum Bung Karno dibuang ke Pulau Ende, Nusa Tenggara Timur, Pak Margono dipanggil oleh Bung Karno. Bung Karno menyerahkan mandat kepada kakek saya untuk membentuk Partai Indonesia Raya (PARINDRA) dan sekaligus menjadi Ketua Umumnya. Karena pada waktu itu Partai Nasional Indonesia (PNI) yang merupakan partai utama dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia telah dibekukan oleh Belanda dan hampir semua tokoh-tokohnya ditangkap.

Begitu Bung Karno tiba di Jakarta dari pembuangan setelah dilepaskan Belanda, Pak Margono menemuinya dan menyerahkan kembali mandat tersebut kepadanya.

Demikianpuladuaputrabeliau,LetnanSubiantoDjojohadikusumo dan Taruna Sujono Djojohadikusumo juga bagian dari angkatan ’45. Dua paman saya itu gugur dalam pertempuran melawan tentara Jepang di Lengkong, Serpong, Tangerang Selatan, Banten pada tanggal 25 Januari 1946.

Dalam peristiwa yang terkenal dengan sebutan Pertempuran Lengkong itu, para taruna Akademi Militer Tangerang di bawah kepemimpinan Mayor Daan Mogot berusaha merebut senjata dari pangkalan Jepang. Namun nahas, hampir semua taruna gugur dalam pertempuran tersebut termasuk komandannya dan dua paman saya.

Sementara orang tua saya, Soemitro Djojohadikusumo, begitu pulang dari negeri Belanda sebagai Doktor Ekonomi pertama Republik Indonesia lulusan Universitas Rotterdam, langsung bergabung dan berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Dia terlibat dalam penyelundupan karet dan kopra ke luar Indonesia dan menyelundupkan senjata dari luar untuk pasukan Indonesia.

Source link