Kisah Batu Nisan yang Dibujuk oleh Magi, Penanda Hajat yang Terkabul

by -104 Views

Seorang individu sedang membawa batu nisan di Bujuk Magi’. (Foto: Istimewa)

SUARA INDONESIA, BANGKALAN – Sebelum mencapai makam Syaichona Kholil Martajasah Bangkalan, tepatnya di bundaran Mlajah terdapat sebuah masjid. Masjid ini dikenal sebagai Masjid Sabilillah. Konon, masjid ini dianggap sebagai masjid tiban yang asal-usulnya tidak diketahui, tetapi tiba-tiba muncul di tempatnya.

Meskipun telah direnovasi menjadi masjid modern dengan struktur tembok bata, bentuk aslinya telah pudar. Hanya lambang kaligrafi tulisan Arab ‘Muhammad’ yang masih dipertahankan hingga saat ini.

Di area ini, tidak hanya keberadaan masjid yang menimbulkan minat karena banyak hal yang unik dan tidak lazim. Ketika memalingkan pandangan ke sudut timur laut dari masjid tersebut, terlihat tumpukan nisan.

Biasanya, batu nisan digunakan sebagai penanda kuburan seseorang. Namun, tidak di area ini, tepatnya di sekitar makam Bujuk Magi’.

Ribuan batu nisan tersusun dan bertumpuk di sekitar makam Bujuk Magi’. Mereka bukan sebagai tanda makam, tetapi sebagai penanda hajat yang telah terkabul.

Masyarakat meyakini bahwa jika hajat mereka terkabul, mereka akan membawa batu nisan. Asal muasal kebiasaan dan kepercayaan ini tidak diketahui. Bahkan, jumlah batu nisan yang terlalu banyak hingga ditancapkan di sepanjang jalan menuju makam Bujuk Magi’, sekitar 10 meter dari Masjid Sabilillah.

Namun, jika dilihat dari coraknya, ribuan batu nisan yang bertumpuk dan tertutup semak ada yang masih baru dan berlumut. Ini menandakan usianya sudah puluhan tahun.

Berdasarkan sejarah, Bujuk Magi’ adalah seorang ulama yang memiliki hubungan guru dan murid dengan Syaikhona Kholil Bangkalan. Ia seorang yang sangat taat dalam mengamalkan tarekat. Bahkan, tergolong ekstrem.

Kata ‘Bujuk’ mengacu pada seseorang yang telah disepuhkan dan memiliki pengetahuan agama yang mumpuni, sehingga masyarakat cenderung menghormatinya.

Sementara itu, ‘Magi’ adalah julukan lain dari biji asam. Julukan Magi’ diberikan karena kebiasaan aneh yang dimiliki Bujuk Magi’ semasa hidupnya. Setiap malam, ia selalu mengambil biji asam untuk kemudian dikumpulkan kembali.

Sambil berzikir, ia mengambil biji-biji asam yang ada di sekitarnya. Tak ragu-ragu, ia menaburkannya kembali dan kemudian mengambilnya lagi. Hal ini dilakukan berulang-ulang hingga menjelang subuh sebagai bentuk ibadah dan zikir kepada Allah SWT.

Dalam riwayat lain, Bujuk Magi’ juga dikenal memiliki kebiasaan berpuasa yang sangat ekstrem. Ia hanya makan buah asam untuk berbuka dan sahur. Biji-bijinya dikumpulkan dan digunakan sebagai alat untuk mengingat Allah SWT, seperti tasbih namun tidak diikat. Biji-bijinya hanya ditaburkan di halaman, lalu diambil dan dikumpulkan kembali sebagai wujud ibadah dan zikir.

Bujuk Magi’ memiliki gelar Syekh Waqiatul Akbar karena gemar mengamalkan Surat Al-Waqiah dalam Al-Quran. Oleh karena itu, orang yang membaca surat ini diyakini akan mendapatkan keberkahan dari Allah SWT.

Menurut sebuah hadits qudsi, Allah SWT berfirman, “Aku menjadikan Surat Al-Waqiah sebagai pelengkap rezeki bagi hamba-hamba-Ku yang memperhatikannya” (HR. Al-Jami).

Berdasarkan hadits Rasulullah Muhammad SAW, “Barangsiapa membaca Surat Al-Waqiah setiap malam, tidak akan ditimpa kemiskinan selamanya” (HR. Al-Hakim).

Dengan membaca Surat Al-Waqiah secara rutin, seseorang dapat dilindungi dari kesulitan ekonomi dan kelangkaan rezeki. Selain itu, banyak keutamaan Surat Al-Waqiah yang diriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda, “Bacalah Surat Al-Waqiah, karena surat ini dapat menjadi penyelamat dari siksa kubur” (HR. At-Tirmidzi).

Dengan banyak riwayat serta keutamaan Surat Al-Waqiah, keberadaan Bujuk Magi’ merupakan tanda bahwa hajat dunia dan akhirat seseorang akan terkabul apabila mereka mengamalkan surat Al-Waqiah. Ini merupakan bentuk karomah yang diberikan oleh Allah SWT.

Secara hakiki, Bujuk Magi’ hanyalah sebagai sarana untuk belajar tentang hubungan dekat antara seorang hamba dengan penciptanya. Melalui praktek dan amal yang bertujuan untuk meraih keridhaan Ilahi. Wallahu a’lam.

[Pewarta: Moh. Ridwan]

[Editor: Mahrus Sholih]