AI Rawan menjadi alat produksi disinformasi: Tips untuk mengidentifikasinya

by -95 Views

Magang
21 Juli 2024 | 18:07 Dibaca 1.03k kali

News
AI Rawan Jadi Alat Produksi Disinformasi, Berikut Cara Mengetahuinya!

Penyampaian materi pada acara Roadshow Media Jatim Summit di Pendopo Wahyawibawagraha Kabupaten Jember, Jumat (19/7/2024). (Foto: Fathur Rozi untuk Suara Indonesia)

SUARA INDONESIA, JEMBER- Kehadiran kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) seperti ChatGpt atau yang berbasis pengolahan gambar dan audio, dapat mempermudah dalam menyelesaikan pekerjaan manusia.

Namun yang menjadi masalah, ada beberapa pengguna yang memanfaatkannya untuk memproduksi disinformasi. Ada yang terkait kepentingan politik dan untuk memengaruhi publik.

Seperti yang terjadi di Indonesia pada Pemilu 2024 lalu. Partisipan politik menggunakan AI dalam memanipulasi data untuk menyerang salah satu pasangan calon (paslon) Presiden dan Wakil Presiden. Guna menaikkan atau menurunkan elektabilitas.

Maka dari itu, sebagai penerima informasi, harus cermat dan teliti dalam menyerapnya. Jangan langsung termakan apalagi ikut andil dalam penyebarannya.

Inilah yang disampaikan oleh Ika Ningtyas, Koordinator Cek Fakta Tempo, saat menjadi pemateri pada acara Roadshow Media Jatim Summit, yang mengusung tema “Kiat Produksi Konten Digital dengan AI Berbasis Fakta & Data”. Diskusi ini bertempat di Pendopo Wahyawibawagraha Kabupaten Jember, Jawa Timur, Jumat (19/7/2024).

Ika menjelaskan, dalam beberapa kasus, AI digunakan untuk menciptakan disinformasi. Seperti halnya AI dengan fungsi khusus untuk menghasilkan suara audio yang mirip orang lain.

Salah satu contohnya ialah, tokoh publik Deddy Corbuzier yang diubah suaranya dengan bantuan AI untuk kepentingan mempromosikan produk tertentu. Sedangkan hal itu tidaklah benar, mengingat video dengan suara yang dihasilkan bukanlah dalam satu konten yang sama.

“Cek kebenarannya dengan mencari sumber foto atau video asli, analisis kejanggalan, bandingkan dengan alat deteksi gen-AI seperti AI Voice Detector,” ujarnya.

Sehingga, dalam menyikapi informasi yang tersebar, publik harus bersikap skeptis, lalu melakukan verifikasi. Jika ditemukan kesalahan, buat bantahan dan sebarkan fakta yang sebenarnya agar dapat menghentikan peredaran disinformasi.

Terkadang, kata dia, disinformasi tersebar melalui aplikasi yang menyediakan video pendek, mengingat penggunaan TikTok dan sejenisnya semakin marak. Maka dari itu, publik perlu menganalisa informasi yang disediakan oleh platform tersebut.

“Seperti menonton video sampai selesai, cari detail penting, cari keyword seperti nomor pelat atau bangunan tertentu jika ada. Dan buat capture adegan di video lalu olah dengan AI tools reverse image,” ujarnya.

Selain menggunakan bantuan AI dalam mencerna kebenaran atas informasi, Ika juga menyarankan agar menganalisis data yang beredar dengan media massa yang berbasis daring. Karena saat ini, sudah banyak media massa yang menyediakan rubrik khusus untuk mengecek berita hoaks atau disinformasi. (*)

» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta : Magang
Editor : Mahrus Sholih