Diplomacy in the Prabowo Era: Legacy and Insights from Prof. Sumitro Djojohadikusumo

by -73 Views

Bagaimana Diplomasi Luar Negeri Indonesia Akan Terlihat di Masa Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto?

Sebagai putra dari Sumitro Djojohadikusumo, diantisipasi bahwa banyak strategi diplomasi Prof. Sumitro akan diwarisi dan dilaksanakan oleh putranya, Presiden terpilih Prabowo Subianto.

Pendekatan ini melibatkan memanfaatkan kekuatan narasi dan kekerabatan untuk membangun kekuatan lunak Indonesia.

Dikenal sebagai seorang ekonom Indonesia yang terkemuka, tidak banyak yang menyadari bahwa Prof. Sumitro juga merupakan seorang diplomat yang luar biasa.

Salah satu contoh signifikan dari upaya diplomasi Prof. Sumitro tertuang dalam sebuah artikel New York Times.

Permohonan Sumitro pada usia 31 tahun kepada Pemerintah Amerika Serikat, yang dipublikasikan di New York Times pada 21 Desember 1948, berhasil menghentikan aliran dana bantuan Amerika ke Belanda, yang digunakan untuk operasi militer Belanda menyusul Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Prof. Sumitro menulis:

“Pencapaian militer Belanda saat ini sangatlah disayangkan karena menghadirkan ketakutan yang selama ini ada di benak semua orang yang berhati baik. Dalam sejarah modern bangsa-bangsa, hanya tindakan Beliau Mussolini pada tahun 1940 dan serangan mendadak Jepang di Pearl Harbor pada 1941 dapat dibandingkan dengan tindakan Belanda yang tercela ini tanpa peringatan.”

“Tidak ada alternatif lain bagi Republik Indonesia selain menjalani kehidupannya sendiri dan berusaha sebaik mungkin sebagai negara yang independen dan berdaulat.”

“Kami dengan hormat namun sangat mendesak meminta Pemerintah Amerika Serikat menghentikan pemberian dollar Amerika kepada Belanda dalam Program Pemulihan Eropa ataupun yang lainnya.”

Pada saat itu, Sumitro Djojohadikusumo, ayah Prabowo Subianto, menjabat sebagai Kepala Delegasi Indonesia di PBB.

Setelah Perang Dunia II, Belanda pada dasarnya bangkrut dan bergantung pada bantuan rekonstruksi Amerika Serikat di bawah Rencana Marshall, yang disalahgunakan untuk mendanai operasi militer di Indonesia.

Sumitro, yang saat itu baru berusia 31 tahun, ditugaskan oleh Presiden Sukarno untuk menghentikan dana Amerika yang digunakan oleh Belanda untuk ambisi kolonialnya di Indonesia.

Sumitro melakukan lobbying kepada pejabat Amerika Serikat di Washington dan PBB di New York.

Berkat upaya Sumitro, Menteri Luar Negeri AS Robert A. Lovett akhirnya menghentikan bantuan ke Belanda, karena klaim Sumitro terbukti: dana tersebut digunakan untuk operasi militer di Indonesia.

Berhentinya bantuan tersebut memaksa Belanda untuk bernegosiasi dengan Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar, akhirnya mengakui kemerdekaan Indonesia.

Usia muda Sumitro dan kecerdasannya dalam narasi dan negosiasi, serta kemampuan jaringan internasionalnya, membuat Presiden Sukarno menugaskannya dengan tugas yang sangat penting.

Keberhasilan diplomasi naratif dan kekerabatan Sumitro memainkan peran kunci dalam mengamankan kemerdekaan Indonesia setelah proklamasi.

Presiden Sukarno menunjuk Sumitro sebagai Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat pada usia 33 tahun.

Source link