Raperda RTRW DPRD Jember Dinilai Tidak Memperhatikan Mitigasi Bencana: Diperlukan Ketentuan Khusus

by -62 Views

Magang
16 Agustus 2024 | 08:08 Dibaca 608 kali

Berita

Suasana rapat pembahasan Raperda RTRW Kabupaten Jember, Rabu (14/8/2024). (Foto: Fathur Rozi untuk Suara Indonesia)

SUARA INDONESIA, JEMBER- Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Jember, dinilai masih banyak yang bolong. Salah satunya, pada naskah akademik (NA) raperda itu, tidak memiliki kesadaran mengenai kebencanaan.

“Padahal dalam sejarahnya, Undang-Undang RTRW dan mitigasi kebencanaan itu kakak adik,” ujar Kava Zulfikri, perwakilan Lembaga Studi Desa untuk Petani (LSDP) Studi Dialektika Indonesia dalam Perspektif (SD Inpers) Jember, saat diundang dalam rapat pembahasan RTRW Kabupaten Jember Tahun 2024-2044 di Ruang Badan Musyawarah DPRD Jember, Rabu (14/8/2024).

Menurutnya, UU Nomor 24 tentang Penanggulangan Bencana, yang dilanjutkan dengan UU Penanaman Modal dan UU Nomor 26 Tahun 2027 tentang Tata Ruang, RTRW dan mitigasi kebencanaan itu tidak bisa dipisahkan.

Dalam NA Raperda RTRW Jember, hal itu tidak muncul sama sekali. Pembahasan mengenai bencana nihil. Namun, tertuang dalam raperda. “Pertanyaannya adalah, sebenarnya naskah akademik itu didasarkan untuk apa?” kritiknya, dalam rapat.

Seharusnya, kata dia, mitigasi bencana dibahas mendetail. Mengingat, Jember menjadi salah satu daerah yang rawan terdampak bencana. Seperti tsunami, dan likuifaksi yang jangkauannya diperkirakan hingga mencapai tengah kota.

“Memang kita tidak bisa mencegah bencana, tapi setidaknya kita bisa menghadapinya. Jangan sampai kita seperti pemadam kebakaran, yang nunggu kebakaran dulu baru ditangani,” ujarnya.

Ketika hal itu terjadi, sedangkan mitigasi bencana tidak kita persiapkan, maka separuh penduduk wilayah Jember akan terpaksa mengungsi. “Lalu mau diungsikan kemana warga Kabupaten Jember ini? Apakah di Gunung Argopuro, Rengganis atau di Gunung Raung?” tambahnya.

Salah satu contoh yang dapat dilakukan, Kava menambahkan, ialah menanam mangrove di kawasan pesisir selatan Jember. Ini sebagai upaya untuk menghadapi bahaya tsunami.

“Tapi, RTRW tidak mengatur hal tersebut. Namun anehnya, malah direncanakan penamaan mangrove di daerah Nusa Barong,” ucapnya, heran.

Sebelumnya, Bayu, yang juga perwakilan LSDP SD Inpers, menjelaskan bahwa menurut BMKG, ada bahaya ancaman megathrust yang berasal dari lempengan Australia. Kekuatannya sama dengan tsunami di Aceh.

Potensinya, terjadi bencana tsunami hingga lima kilometer dari pesisir selatan. Terlebih, jika hal itu merembet pada likuifaksi. “Kalau itu terjadi selesai semuanya. Bahkan kantor ini (gedung DPRD Jember, Red) juga habis,” tandasnya.

Ketua Pansus 4 DPRD Jember, Tabroni, memberikan tanggapan mengenai hal itu. Sebenarnya, kata dia, soal kawasan rawan bencana telah dibahas dalam Raperda RTRW, tapi tidak seperti yang disampaikan oleh aktivis SD Inpers. Pembahasan itu masuk dalam ketentuan khusus.

Karena, dalam membahas hal tersebut, telah diatur program-program apa yang harus dilakukan dalam pencegahan situasi rawan bencana. Seperti rumah-rumah yang tidak boleh ditempati.

“Itu sudah ada, tapi jatuh dalam ketentuan khusus. Mungkin juga karena kita memiliki perbedaan persepsi dalam memandangnya,” pungkas politisi yang juga Ketua Komisi A DPRD Jember ini. (*)

» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta : Magang
Editor : Mahrus Sholih