Pjs. Bupati Sidoarjo, Muhammad Isa Anshori, saat Rapat Koordinasi bersama DPRD Sidoarjo dan Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (Amrizal/Suara Indonesia)
SUARA INDONESIA, SIDOARJO – Sebagai langkah untuk menekan korupsi di Kabupaten Sidoarjo, Pjs Bupati bersama DPRD Sidoarjo mengadakan rapat koordinasi.
Kegiatan ini dilakukan di gedung paripurna DPRD Sidoarjo, pada tanggal 15 Oktober kemarin, dengan menghadirkan narasumber Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Penjabat sementara (Pjs.) Bupati Sidoarjo, Muhammad Isa Anshori, menyatakan bahwa pemerintah daerah akan memperkuat sinergi dengan berbagai pihak untuk menekan tingkat korupsi di Kabupaten Sidoarjo.
Oleh karena itu, langkah strategis ini juga diharapkan dapat mendorong peningkatan Indeks Integritas dan kinerja Monitoring Center of Prevention (MCP).
“Kami akan memastikan bahwa seluruh perangkat daerah bekerja berdasarkan prinsip akuntabilitas dan integritas. Targetnya jelas, MCP Sidoarjo harus meningkat, begitu juga dengan Indeks Integritas,” kata Isa Anshori.
Kolaborasi antara pemerintah daerah, legislatif, dan para pemangku kepentingan disebut sebagai kunci dalam upaya ini. Pemerintah berkomitmen untuk memastikan setiap kebijakan dan program pembangunan dilaksanakan secara transparan dan terukur untuk meningkatkan tata kelola pemerintahan yang bersih dan efektif.
Pada tahun 2023, MCP Sidoarjo mencapai 91, setara dengan rata-rata Provinsi Jawa Timur yang juga berada di angka 91, dan lebih tinggi dari rata-rata nasional yang hanya 75.
Sementara itu, Indeks Integritas Sidoarjo mengalami sedikit penurunan, dari 75,90 pada tahun 2022 menjadi 75,31 pada tahun 2023.
“Setidaknya Sidoarjo masuk dalam 10 besar dalam mencapai peningkatan pemberantasan korupsi, atau naik secara signifikan dari tahun 2023,” kata Isa Anshori.
Langkah ini diharapkan dapat menciptakan lingkungan birokrasi yang bebas dari praktik korupsi sekaligus memperkuat kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah.
Pada saat yang sama, Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi KPK, Irjen Pol Didik Agung Widjanarko, menjelaskan jenis kasus korupsi yang sering terjadi di lingkungan pemerintah daerah maupun pemerintah pusat seperti penyuapan dan pengadaan barang dan jasa.
“Kasus yang masih sering kita temui adalah penyuapan, kemudian pengadaan barang dan jasa dengan modus seperti peningkatan harga dan keterlibatan dalam pelaksanaan proyek dengan swasta,” kata Didik.
Hal ini juga sejalan dengan Anggota Satgas Pencegahan Direktorat III Korsup KPK, Irawati, yang menyampaikan bahwa ada 7 fokus potensi risiko korupsi.
Di antaranya, perencanaan, penganggaran, manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN), pajak daerah, pelayanan publik, pengadaan, dan barang milik daerah.
Oleh karena itu, langkah ini dilakukan agar tidak terjadi upaya korupsi dalam perencanaan dan penganggaran APBD tahun 2025.
“Mari kita bersama-sama memperkuat upaya pencegahan korupsi untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan berintegritas,” tandasnya. (*)
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Amrizal Zulkarnain |
Editor | : Imam Hairon |