South East Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) melaporkan adanya 25 aduan serangan digital dari masyarakat selama aksi menolak pengesahan RUU TNI terjadi. Direktur Eksekutif SAFEnet, Nenden Sekar Arum, menjelaskan bahwa aduan tersebut mencakup berbagai bentuk serangan seperti doxing, ancaman, dan peretasan akun media sosial.
Menurut Nenden, serangan digital ini juga meliputi pengancaman, peretasan akun Instagram dan Whatsapp, impersonasi, penangguhan akun, dan spam chat melalui Whatsapp. Hal ini dipandang sebagai upaya represi pemerintah terhadap masyarakat sipil dan pemberangusan ruang sipil dengan menggunakan teknologi.
Zainal Arifin, Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), menyatakan bahwa sebanyak 51 wilayah di Indonesia telah menggelar aksi penolakan RUU TNI dan 10 dari 51 wilayah tersebut mengalami represi oleh aparat. Hal ini menunjukkan bagaimana kekerasan dilakukan terhadap massa yang turut ambil bagian dalam aksi tersebut.