Peringatan Hari Bumi Sedunia yang jatuh setiap tanggal 22 April menjadi momentum penting untuk mengingatkan pentingnya menjaga lingkungan bagi generasi mendatang. Namun, tahun ini perayaan Hari Bumi diselimuti suasana duka karena kepergian Paus Fransiskus yang menghadap Sang Pencipta. Paus Fransiskus dikenal sebagai tokoh yang peduli terhadap lingkungan, sebagaimana yang ia sampaikan dalam ensiklik Laudato Si pada tahun 2015. Dokumen tersebut tidak hanya menjadi sorotan dalam Gereja Katolik tetapi juga mendapat apresiasi dari berbagai kalangan, termasuk Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon dan novelis India Pankaj Mishra.
Laudato Si disebut menjadi salah satu pemicu untuk kesepakatan perubahan iklim pada Konferensi Perubahan Iklim PBB di Paris, yang bertujuan untuk menjaga pemanasan global di bawah 2 derajat Celcius. Inti dari ensiklik ini adalah gagasan ‘ekologi integral’ yang menekankan hubungan intrinsik antara krisis iklim, masalah sosial, politik, dan ekonomi. Paus Fransiskus menekankan pentingnya pendekatan terpadu untuk memerangi kemiskinan sambil melindungi alam dan memulihkan martabat manusia yang rentan.
Selain itu, konsep tobat ekologis juga ditekankan dalam Laudato Si, di mana umat Katolik diajak untuk mengubah perilaku demi menjaga keberlanjutan lingkungan hidup. Pertobatan ekologis tidak hanya sebatas perubahan perilaku, tetapi juga sebagian dari usaha mencintai dan menghormati lingkungan. Dalam konteks sosio-politis, pertobatan ekologis diartikan sebagai upaya untuk menjaga harmoni dengan alam dan mengambil kebijakan yang berkelanjutan. Dengan demikian, pesan Paus Fransiskus melalui Laudato Si tetap relevan dan menginspirasi dalam upaya menjaga Bumi sebagai rumah bersama untuk semua makhluk hidup.