Paus Fransiskus meninggalkan warisan berharga pada Deklarasi Istiqlal saat berkunjung ke Indonesia. Isi deklarasi tersebut sangat luar biasa dan penting, terutama ketika membahas tentang membangun kerukunan umat beragama demi kemanusiaan. Pada deklarasi ini, Paus Fransiskus menyoroti dua krisis serius yang sedang dihadapi oleh dunia, yaitu dehumanisasi dan perubahan iklim. Fenomena dehumanisasi global ditandai dengan kekerasan dan konflik yang mengakibatkan penderitaan, terutama saat agama disalahgunakan. Selain itu, eksploitasi manusia terhadap alam mengakibatkan perubahan iklim yang merugikan, seperti bencana alam dan pemanasan global. Paus Fransiskus telah dengan tegas melawan krisis iklim dengan mengeluarkan ensiklik Laudato si’ pada tahun 2015. Ensiklik ini adalah yang pertama dalam sejarah Gereja Katolik yang secara eksplisit membahas krisis lingkungan dan perubahan iklim. Melalui ensiklik ini, Paus Fransiskus mengajak seluruh umat manusia untuk bertanggung jawab dalam menyelamatkan bumi.
Deklarasi Istiqlal dan ensiklik Laudato si’ menjadi sarana bagi gereja-gereja Katolik di seluruh dunia untuk memberlakukan kebijakan ramah lingkungan. Vatikan sendiri berkomitmen untuk mencapai net zero emission pada tahun 2050 dan memiliki armada kendaraan tanpa emisi pada tahun 2030. Di Indonesia, beberapa gereja juga telah mengambil langkah-langkah positif seperti mendirikan Bank Sampah Paroki dan menggunakan energi surya untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil.
Meski Paus Fransiskus telah berpulang, semangatnya dalam memerangi krisis iklim harus tetap dihidupkan. Di Indonesia, tantangan transisi energi masih dihadapi, dan upaya dalam mengurangi energi fosil terus diperlukan. Semua ini sebagai bagian dari menjaga keberlangsungan hidup dan memenuhi panggilan mulia sebagai penjaga ciptaan Tuhan.