Deepfake, sebuah teknologi yang menggunakan kecerdasan buatan (AI) untuk membuat video dan audio palsu, telah menjadi perhatian utama dalam kasus penipuan dan pemerasan. Deepfake menggunakan algoritma pembelajaran mendalam untuk menciptakan konten palsu yang sulit dibedakan dari yang asli. Istilah “deepfake” sendiri menggabungkan teknologi deep-learning AI dengan konten yang tidak nyata.
Kasus deepfake sering dikaitkan dengan motif jahat, seperti penipuan dan pelecehan seksual. Kepolisian Inggris telah memperingatkan tentang peningkatan penggunaan deepfake dalam berbagai kejahatan. Salah satu contoh kasus penipuan adalah menyamar sebagai eksekutif perusahaan dengan menggunakan video deepfake. Kejahatan yang paling mengkhawatirkan adalah menciptakan konten pelecehan anak dengan teknologi AI, yang semuanya ilegal.
Meskipun sulit untuk membedakan antara konten asli dan deepfake, para peneliti Facebook telah mengembangkan kecerdasan buatan yang dapat mengidentifikasi deepfake dan melacak sumber konten tersebut. Dengan menggunakan reverse engineering, Facebook dapat melacak sidik jari yang tertinggal dalam proses pembuatan gambar digital. Peneliti lain dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) juga melakukan penelitian untuk membantu orang membedakan konten asli dan deepfake.
Tips untuk membedakan konten deepfake antara lain memperhatikan transformasi wajah, bagian-bagian penting seperti mata dan alis, serta elemen-elemen fisik lainnya seperti rambut dan tahi lalat. Dengan semakin berkembangnya teknologi AI, penting bagi pengguna internet untuk waspada terhadap konten deepfake yang dapat menyesatkan. Melalui pendekatan yang hati-hati dan pemahaman yang baik tentang karakteristik deepfake, kita dapat mengurangi dampak negatif dari penggunaan teknologi ini.