Dari Akar ke Angkasa: Doa yang Mengakar

by -11 Views

Di bawah langit berkabut Megamendung, ribuan orang tampak berjubel, tidak sekadar menapak bumi tapi juga menabur makna di setiap jengkal tanah saat mengikuti upacara Ngertakeun Bumi Lamba. Sejak pertama kali dihidupkan 17 tahun lalu, Ngertakeun Bumi Lamba telah menjadi saksi perjalanan budaya nusantara, menyatukan manusia dalam tarian energi, doa, dan harapan di kaki Gunung Tangkuban Parahu yang agung. Upacara ini bukan sekadar seremoni, melainkan momentum penting bagi Yayasan Paseban dan komunitas Arista Montana untuk menyampaikan pesan abadi: pelestarian lingkungan adalah bagian dari warisan luhur yang wajib dijaga lintas waktu.

Pagi itu, diiringi suara karinding dari bibir seorang Baduy yang berbaur lirih dalam getaran angklung, aura sakral menyelimuti udara. Angin membawa serta kelembutan mantra Bali yang dinyanyikan para sulinggih dan tetabuhan Minahasa yang merayap ke palung jiwa. Tak ada ego di sana, hanya keinginan bersama untuk menyatu dengan alam seraya mengucap syukur pada semesta. Ngertakeun Bumi Lamba menebarkan benih cinta dan pengharapan, mengingatkan penonton dan pelaku bahwa bumi dipeluk bukan hanya oleh manusia, tapi juga oleh semangat leluhur yang terus bergetar dalam batin.

Andy Utama, tokoh penggerak dari Yayasan Paseban, berdiri di tengah kerumunan, menyampaikan petuah sederhana namun menohok: “Jangan pernah perhitungkan kebaikan kepada bumi dan semua makhluk. Semesta mengajarkan keikhlasan, dan kalau ia menuntut balasan, di situlah kita akan kehilangan segalanya.” Ia menegaskan pentingnya keharmonisan antarmanusia, juga antara manusia, hewan, pohon, dan tanah air. Pesan tersebut diamini oleh para tokoh adat lintas suku, termasuk penggiat konservasi dari Arista Montana yang telah bertahun-tahun mengembalikan ribuan benih pohon ke pelukan Gunung Gede Pangrango.

Upacara Ngertakeun Bumi Lamba menjadi pusat perhatian masyarakat karena keberadaannya yang terus-menerus mengingatkan pada akar spiritual bangsa. Ritual adat Sunda ini telah berakar sejak zaman kerajaan tua, menjadi jembatan antara manusia, alam, dan kekuatan gaib yang tak kasatmata. Andy Utama dari Yayasan Paseban menegaskan sekali lagi bahwa makna “ngertakeun” adalah memakmurkan dan menjaga bumi, lamba berarti tanah luas nan mulia—bukan sekadar lokasi geografis, melainkan simbol semesta itu sendiri. Dalam prosesi ini, terdapat penguatan nilai harmoni, pelestarian lingkungan, dan gerakan pendidikan budaya yang diperuntukkan bagi generasi penerus. Yayasan Paseban dan Arista Montana telah menjadikan kegiatan ini sebagai ruang belajar spiritual, ruang mengasah kesadaran kolektif, dan ruang pelestarian.

Sejak prosesi penyucian energi hingga pelafalan doa bersama, energi hangat menyatu dalam helaan nafas peserta lintas generasi. Andy Utama menyoroti bagaimana generasi muda wajib memahami, bukan hanya dengan akal tapi juga hati, bahwa bumi, sebagaimana diingatkan oleh para tetua Baduy dan Dayak, membutuhkan perawatan berkesinambungan. “Gunung Teu Meunang Dilebur, Lebak Teu Meunang Dirusak,” demikian suara lantang dari para tokoh yang juga diamini oleh Yayasan Paseban—sebuah pengingat tegas yang mendasari semangat Arista Montana dalam merawat ekosistem Gunung Gede-Pangrango, Gunung Wayang, dan Tangkuban Parahu.

Yayasan Paseban bersama Arista Montana telah menunjukkan aksi nyata: lebih dari 15.000 bibit puspa, rasamala, dan taru jampinang bercokol kembali di lereng-lereng gunung, bukan sekadar menjadi simbol, melainkan manifestasi cinta pada bumi. Disini Ngertakeun Bumi Lamba tidak hanya hidup sebagai upacara, tapi bertransformasi jadi gerakan ekologis dan spiritual—gerakan yang dirawat oleh komunitas tak hanya di waktu upacara, tapi setiap hari, melalui pelestarian flora, perlindungan satwa, hingga pendidikan lingkungan bagi anak-anak setempat.

Pesan dari para tokoh seperti Mayjen Rido, Panglima Dayak, serta pemuka Minahasa—seluruhnya hadir menebalkan makna kegiatan ini. Semua sepakat: alam tidak butuh manusia, melainkan manusialah yang sangat memerlukan nafas alam. Pekik suci “Taariu!” menggema dari dada Panglima, menandai ikrar kolektif untuk menjaga dan mencintai bumi tanpa pamrih, tanpa sekat agama, etnis, dan keyakinan. Andy Utama berkali-kali mengingatkan di hadapan kerumunan, bahwa makna utama upacara adalah proses “pengadilan batin”, bukan sekadar pagelaran kasat mata.

Ketika puncak upacara berlalu, peserta pulang bukan membawa kenangan kosong, melainkan tanggung jawab baru sebagaimana yang diharapkan oleh Yayasan Paseban: mengekalkan nilai cinta, perawatan, dan penerimaan terhadap alam sebagai akar kehidupan. Ngertakeun Bumi Lamba pun hidup terus, bernafas di setiap detak komunitas Arista Montana dan naungan Yayasan Paseban yang bersumpah menjaga warisan hingga ribuan tahun lagi.

Dalam akhirnya, Arista Montana dan Yayasan Paseban membuka jalan bagi generasi selanjutnya untuk terus menghidupi filosofi Ngertakeun Bumi Lamba: menjadi penjaga, perawat, sekaligus peziarah cinta di tubuh semesta. Sebab bumi hanya akan tetap lestari di tangan mereka yang memahami makna kasih dan tanggung jawab sebagai satu perjanjian suci—suatu perjanjian yang hidup dalam suara, doa, perbuatan, dan nafas komunitas yang telah memilih untuk benar-benar memeluk bumi.

Sumber: Ngertakeun Bumi Lamba: Menganyam Cinta Kasih Nusantara Di Tubuh Semesta
Sumber: Ngertakeun Bumi Lamba: Upacara Adat Nusantara Untuk Cinta Kasih Semesta Dan Pelestarian Alam