Kisah Pilu Juariyanto: Korban Kesalahan Penangkapan di Mojokerto

by -56 Views
Fitur
Kisah Pilu Juariyanto, Korban Salah Tangkap di Mojokerto

Juarianto bersama kuasa hukumnya usai menjalani pemeriksaan Propam Polres Mojokerto Kota atas laporan kekerasan dan salah tangkap. (Foto: Jaka Prima untuk Suara Indonesia)

SUARA INDONESIA, MOJOKERTO – Pada usia 65 tahun, Juariyanto, seorang perajin sandal dari Dusun Karangnongko, Desa Mojoranu, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto, mengalami kejadian yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya.

Sabtu 13 Juli 2024, dia menjadi korban salah tangkap oleh petugas Satresnarkoba Polres Mojokerto Kota.

Hari itu, Juariyanto baru saja pulang setelah mengantarkan sandal ke daerah Surodinawan. Namun, di perjalanan, di bawah underpass Mojoranu, dia dihentikan oleh tiga petugas berpakaian preman.

Tanpa banyak kata, mereka memaksa dia turun dari sepeda motor, mengborgol tangannya, dan memaksa dia berbaring telungkup di atas aspal. Punggungnya diinjak dan wajahnya bersentuhan dengan kerasnya permukaan jalan.

“Saat dihentikan, tangannya tiba-tiba sudah di belakang dan dipijak oleh petugas. Saya di borgol dan wajah saya tergores di aspal,” kenang Juariyanto dengan luka di pelipis kiri dan memar di punggung.

Dengan perlakuan kasar tersebut, Juariyanto dibawa ke kantor Satresnarkoba, meskipun akhirnya terbukti bahwa dia bukan pengedar narkoba seperti tuduhan yang dilemparkan padanya.

Setelah dibebaskan, Juariyanto bersama keluarga dan kuasa hukumnya, Jaka Prima, melaporkan kejadian ini ke Propam Polres Mojokerto Kota. Dalam pemeriksaan, Juariyanto mengaku masih merasakan sakit di wajah dan punggung.

“Proses ini sesuai prosedur hukum yang berlaku. Saat ini saya masih merasakan sakit di punggung sehingga tidak bisa bekerja setelah peristiwa salah tangkap tersebut,” jelas Jaka Prima, kuasa hukum Juariyanto.

Salah satu hal yang paling menyedihkan dari peristiwa ini adalah dampak psikologis yang dialami Juariyanto. Di depan warga yang menyaksikan kejadian itu, Juariyanto diperlakukan seolah-olah dia seorang penjahat. Stigma sebagai pelaku kejahatan membuatnya merasa malu dan tertekan.

“Padahal, sejak awal dihentikan petugas, korban sudah menjelaskan bahwa dia seorang tukang jahit yang baru saja mengantarkan pesanan sandal di wilayah Surodinawan,” tambah Jaka.

Namun, hingga saat ini, Propam belum mengungkap identitas petugas yang melakukan kekerasan terhadap Juariyanto. Pemeriksaan lanjutan masih diperlukan, termasuk mendengarkan kesaksian dari keluarga dan pemerintah desa setempat. “Saat ini, adik korban dan kepala desa sudah siap sebagai saksi pendukung,” kata Jaka.

Wakapolres Mojokerto Kota, Kompol Supriyono, menyatakan bahwa mereka masih berkoordinasi untuk menyelesaikan masalah ini.

“Kami sedang berdiskusi dengan beberapa pihak untuk menyelesaikan situasi ini,” ujar Supriyono. Pemeriksaan tetap berlanjut sebagai dasar evaluasi terhadap anggota yang terlibat.

Kisah Juariyanto adalah contoh nyata bagaimana prosedur yang tidak tepat dapat menghancurkan kehidupan seseorang.

Harapannya, kejadian ini bisa menjadi pelajaran berharga bagi pihak kepolisian untuk lebih berhati-hati dan manusiawi dalam melaksanakan tugas. Juariyanto sendiri berharap keadilan dapat ditegakkan dan nama baiknya dipulihkan.

Kehidupan Juariyanto, seorang perajin sandal yang jujur, seharusnya tidak berakhir dengan ketidakadilan seperti ini. Dia hanya ingin hidup tenang dan terus bekerja untuk menghidupi keluarganya.

Saat ini, perjuangannya untuk mendapatkan keadilan masih terus berlanjut. (*)

ยป Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta : Mohamad Alawi
Editor : Mahrus Sholih