Seribu Pengacara Mendorong Panglima TNI untuk Menyelidiki Kasus di Boyolali yang Melibatkan Ganjar-Mahfud

by -125 Views

Aris Danu – 04 January 2024 | 11:01 – Dibaca 1 kali

Gambar tangkapan layar X kasus penganiayaan relawan Ganjar-Mahfud di Boyolali, Jawa Tengah.

SUARA INDONESIA, JAKARTA – Kekerasan oleh militer terhadap masyarakat sipil menjelang pemilihan umum berpotensi memberikan ketakutan kepada publik, terutama pemilih, sekalipun motif dan alasan di balik aksi kekerasan tersebut tidak terkait dengan pemilihan umum. Hal itu disampaikan oleh Perwakilan 1000 Pengacara Ganjar – Mahfud Law And Development Centre (GLDC), menanggapi tindak kekerasan dan penganiayaan yang dilakukan oleh anggota TNI Yonif 408/Sbh di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, pada Sabtu 30 Desember 2023 lalu, sekitar pukul 11.19 WIB. Diketahui, warga yang dianiaya merupakan relawan pendukung Ganjar-Mahfud. Akibat penganiayaan tersebut, sebanyak tujuh orang korban dilarikan ke rumah sakit. Dua dirawat di RSUD Pandan Arang Boyolali dan lima orang lainnya menjalani rawat jalan. Pasca-kejadian, kondisi para korban mengalami trauma psikis sehingga harus mendapatkan perawatan mental dan psikologis yang intensif. Menurut informasi terakhir yang diterima GLDC, saat ini sudah terkonfirmasi ada 15 anggota TNI raider 408/Sbh yang sudah diperiksa. “Masyarakat mungkin akan terpengaruh oleh adanya peristiwa tersebut dan bisa saja beranggapan bahwa kekerasan tersebut adalah sinyal atas ketidaknetralan aparat di dalam pemilu kali ini, yang mengandung pesan bahwa jika tidak memilih pilihan yang didukung oleh pemerintah, maka hal yang sama bisa saja menimpa para pemilih. Padahal, sesuai dengan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menyebutkan bahwa asas atau dasar pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) adalah ‘Luber Jurdil’, yaitu singkatan dari ‘Langsung; Umum; Bebas; Rahasia; Jujur dan Adil,” kata I Wayan Gede Mardika, S.H., M.H, salah satu pengacara sekaligus koordinator GLDC, di Jakarta, Kamis (4/1/2024). Terkait kasus ini, para koordinator GLDC se-Indonesia mendesak Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto untuk segera mengusut tuntas masalah ini dan mengambil langkah dan tindakan sesuai prosedur hukum secara profesional dan proporsional. Dimana dalam UU nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI adalah melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Para koordinator GLDC mendesak kepada Panglima TNI agar memberikan sanksi tegas terhadap para pelaku. “Atas kejadian tersebut pula, Panglima TNI harus melihat kepada UU No 39. Tahun 1999 Pasal 1 ayat (1), Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Juga di katakan pada UUD 1945 Pasal 1 ayat (3), Negara Indonesia adalah negara hukum. Maka dari itu, hukum tetap harus berjalan dan tidak boleh adanya keberpihakan kepada para terduga pelaku,” ujar Ricky SP Siahaan, S.E., S.H, salah satu koordinator GLDC. Dalam kasus ini, GLDC juga mengecam keras peristiwa berdarah tersebut dan diharapkan kedepannya agar hal ini tidak terjadi lagi dan TNI harus adil dan tidak memihak dalam pengamanan dalam Pemilu RI Tahun 2024.
Artikel ini ditulis oleh Aris Danu dan disunting oleh Mahrus Sholih.

Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi SUARA INDONESIA di Google News SUARA INDONESIA